Rabu, 14 Oktober 2009

Jilbab Puteri Indonesia, Diharapkan Ada Permakluman



"Ureung inong lagei boh beoha mamplam lam un oun, meunyoe ca pandang meu cahaya
". Demikian tamsil yang serinng dikutip masyarakat Aceh. Arti tamsil itu, perempuan itu ibaratnya buah mangga yang terbungkus di pohon. Dia ditutup rapi dari angin, panas dan hujan supaya nilainya tetap gemilang.

Kata-kata mutiara itu, jelas Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Badruzzaman, sudah turun temurun menjadi pedoman bagi masyarakat Aceh. Kalimat itu sebagai bentuk
perlindungan kepada para perempuan di Aceh, sehingga siapapun tidak bisa sembarangan memetik karena harus melalui prosedurnya, yakni adat dan syariat.

"Sejak lama leluhur adat Aceh mentradisikan hal itu. Ini semata demi menjaga martabat perempuan Aceh supaya perempuan Aceh tetap terawat kecantikan dan
akhlaknya," ujarnya.

Dengan tamsil buah mangga, Badruzzaman berusaha menegaskan, kalau kecantikan dan kepribadian perempuan Aceh akan ditempa dan dilindungi para sesepuh atau
keluarganya masing-masing, seperti buah mangga yang terbungkus di pohon.

Sebab itu, lanjut Badruzzaman, masyarakat Aceh tidak mengenal kontes-kontes kecantikan yang digelar sejumlah kalangan di Indonesia. Alasannya, masyarakat
Aceh tetap memegang dan menjaga adat demi kebaikan masyarakat Aceh.

"Kami sejak dahulu tidak pernah ikut putri-putri kecantikan. Makanya Aceh tidak pernah mengirim utusan atau apapun untuk terlibat dalam kegiatan tersebut,"
tandasnya.

Itu sebabnya, Badruzzaman dan tokoh-tokoh adat Aceh merasa kaget dengan munculnya Qory Sandioriva, kontestan asal Aceh, yang belakangan terpilih menjadi
pemenang Putri Indonesia 2009.

Mereka protes karena kontes kecantikan semacam itu sangat tabu bagi masyarakat Aceh. Apalagi Qory tidak mengenakan jilbab yang menjadi salah satu peraturan
adat maupun hukum di kalangan masyarakat Aceh.

Menanggapi protes dari sejumlah tokoh di Aceh, Humas Yayasan Putri Indonesia (YPI) Mega Angkasa saat dihubungi detikcom mengatakan, pihaknya tidak mau
berpolemik. Tapi yang jelas, kata Mega, Qory merupakan representasi masyarakat Aceh Gayo yang tidak berjilbab.

"Secara lisan keikutsertaan Qory sudah mendapat izin gubernur. Bahkan tanggal 18 Oktober mendatang Gebernur NAD Irwandi Yusuf meminta gadis kelahiran 17 Agustus 1991 itu untuk bertemu bila berkunjung ke Aceh," ungkap Mega.

Ia juga meluruskan pernyataan Qory sebelumnya yang menyatakan sengaja melepas jilbab untuk mengikuti kontes kecantikan tersebut. Kerena, kata Mega, Qory tidak mengenakan jilbab sejak kecil bukan saat mengikuti ajang pemilihan Putri Indonesia.

Soal jilbab Qory memang menjadi sorotan serius sejumlah tokoh di Aceh. Terlebih di daerah tersebut telah membuat sebuah Qanun atau aturan hukum yang mewajibkan kaum hawa di daerah berjulukan Serambi Mekkah tersebut.

Namun bagi aktivis perempuan Aceh Gilang Destika, soal jilbab Qory dan keikutsertaannya di kontes Putri Indonesia tidak perlu dipersoalkan. Bagaimanapun Qory telah melakukan hal yang spektakuler serta mengharumkan nama Aceh di tingkat nasional.

Apalagi, kata Gilang, dalam proses pemilihan, remaja Aceh tersebut melalui berbagai tes yang sangat ketat, seperti kecantikan, intelektual, serta
kepribadian. Lolosnya Qory sebagai pemenang menandakan kalau remaja Aceh mampu bersaing dengan remaja-remaja lain di seluruh Indonesia.

Bukan itu saja. Jika Qory kemudian mengikuti kontes pemilihan ratu sejagat atau Miss Universe, maka nama Aceh akan dikenal luas di mancanegara. "Aceh akan
dikenal luas di luar negeri dan bisa mengundang turis untuk berkunjung ke Aceh. Ini kan hal yang positif," kata Gilang yang merupakan aktivis Kontras Aceh.

Adapun soal pemakaian jilbab, Gilang berpendapat, hal itu merupakan hak pribadi masing-masing orang. Karena berjilbab atau tidak bukan cerminan baik buruknya perilaku seseorang.

"Dalam penafsiran agama jangan terlalu ortodoks (sempit). Harusnya lebih luas dan luwes karena sekarang bukan zaman Nabi," ujarnya.

Dengan kata lain, secara pribadi dan sebagai perempuan Aceh, Gilang menyatakan ketidaksetujuannya dengan tanggapan beberapa kalangan di Aceh yang mempersoalkan jilbab Qory. Ia menganggap tanggapan-tanggapan itu tidak mewakili masyarakat Aceh secara keseluruhan.

Tidak ada komentar: