Minggu, 04 Oktober 2009

Batik kain warisannan eksotik

Saat ini bangsa Indonesia patut berbangga karena pada tanggal 2 Oktober 2009 lalu batik telah dikukuhkan sebagai warisan dunia asli Indonesia. Pengukuhan itu dilaksanakan di Abu Dhabi oleh United Nation Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).

Jika negara lain memahami asal kata batik dari bahasa Jawa, yaitu amba dan nitik –yang berarti melukis ornamen dengan titik- niscaya tidak akan pernah ada yang berani mengklaim hak milik kain ini, kecuali Indonesia.
Pengakuan itu tidak hanya karena corak motif yang beragam, tetapi juga karena antusiasme masyarakat Indonesia yang aktif melestarikan budaya batik. Tidak hanya sekadar kain, tetapi juga menjadi salah satu ikon fashion nasional.
Sederet perancang nyaris tidak pernah lepas dari permainan batik sebagai detail etnik ataupun patron desain utama.
Sebut saja nama kondang maestro batik, Iwan Tirta. Kreasi Iwan tidak hanya berhenti pada koleksi pakaian jadi maupun kain batik tradisional, tetapi juga meliputi perangkat dekorasi dan rumah tangga.
Iwan Tirta tidak banyak mendobrak batas desain batik yang konvensional. Desainnya terlalu lekat dengan batik sebagai kain warisan dengan potongan yang sederhana yang elegan.
Nuansa berbeda menjiwai kebanyakan rancangan Ghea Panggabean yang dominan dengan detail kain-kain etnik. Tidak hanya batik, Ghea pun akrab dengan songket ataupun lurik. Tidak seperti Iwan, rancangan Ghea lebih atraktif dengan desain bebas.
Pada perkembangan fashion selanjutnya, batik mengikuti arus kreasi para perancang yang makin beragam. Sebut saja jajaran perancang batik kontemporer seperti Carmanita, Stephanus Hammy, Deden Siswanto, Era Sukamto, juga Oscar Lawalata.

Lebih Modern
Rancangan mereka cenderung lebih modern meski dalam hal corak masih kerap memadukan motif batik tradisional.
Carmanita misalnya yang lebih sering menampilkan rancangan yang kasual dengan permainan draperi yang stylish tanpa detail berlebihan. Sementara Stephanus Hammy pernah bereksperimen dengan desain coat dari batik yang saat itu belum tersentuh perancang lain.
Deden Siswanto, Era Sukamto, dan Oscar Lawalata juga pernah asyik dengan rancangan kontemporer yang tetap manis dengan kain batik. Bermain dengan potongan yang tidak umum, rancangan mereka justru menghadirkan kesan berbeda dari batik yang umumnya dianggap kuno.
Medio tahun lalu hingga kini, kain batik bahkan booming menjadi pakaian siap pakai yang bisa dipakai di segala suasana tanpa kesan ketinggalan zaman.
Jadi, budayakan batik sekarang juga. Jika bukan kita, siapa lagi yang akan mewarisi kain monumental itu?
Sumber: solopos

Tidak ada komentar: